Resensi Novel Laskar Pelangi
Identitas Buku
Judul : Laskar Pelangi
Penulis : Andrea Hirata
Penerbit : Benteng, Yogyakarta
Tahun Terbit : 2008
Tebal : XVIII + 534 Halaman 20,5
Ini adalah kisah heroik kenangan
11 anak Belitong yang tergabung dalam "Laskar Pelangi": Syahdan,
Lintang, Kucai, Samson, A Kiong, Sahara, Trapani, Harun, Mahar, Flo dan sang
penutur cerita – Ikal. Andrea Hirata, yang tak lain adalah Ikal, dengan cerdas
mengajak pembaca mengikuti tamasya nostalgia masa kanak-kanak di pedalaman
Belitong yang berada dalam kehidupan kontras: kaya dengan tambang timah, tapi
rakyatnya tetap miskin dalam kesehariannya.
Ini adalah cerita tentang
semangat juang menyala-nyala dari anak-anak kampung Belitong untuk mengubah
nasib melalui sekolah, yang harus mereka dapat dengan terengah-engah. Sebagian
besar orang tua mereka lebih suka melihat anak-anaknya bekerja membantu orang
tua di ladang, atau bekerja menjadi buruh kasar di PN Timah, daripada sekolah
yang tak jelas masa depannya.
Derita sekolah itu tergambar
jelas ketika SD Muhammadiyah di kampung miskin itu terancam tutup kalau murid
baru sekolah itu tidak mencapai 10 orang. kesebelas anak itulah yang telah
menyelamatkan masa depan suar pendidikan yang hampir redup digilas ekonomi.
Kesebalas anak itu memiliki
keunikan masing-masing. Diantara 11 anak Laskar Pelangi itu, Lintang dan Mahar
adalah 2 diantara yang paling menonjol. Lintang jenius dalam bidang eksakta,
Mahar ahli di bidang seni budaya. Mereka seolah mewakili otak kanan dan otak
kiri manusia. Lintang memiliki semangat juang yang tiada tara dalam belajar.
Dia rela menempuh perjalanan dengan kereta angin sejauh 80 km pergi pulang demi
dapat memuaskan dahaga ilmu pegetahuan. Saking semangatnya aral melintang di
jalan dan terlambat sampai sekolah, tiada masalah baginya.
Mereka hidup dalam kebahagiaan masa kecil dan menyimpan mimpi masing-masing untuk hari esok. Tapi siapa yang sanggup melawan sang nasib? Dua belas tahun kemudian, Ikal menyaksikan perubahan nasib teman-temannya yang sungguh diluar dugaan, mereka boleh punya cita-cita setinggi langit, tapi nasib juga yang menentukan kehidupan mereka selanjutnya. terpaksa harus tunduk oleh gilasan nasib yang semestinya bisa diupayakan oleh pemerintah yang punya amanah dan kuasa untuk memajukan pendidikan.
Mereka hidup dalam kebahagiaan masa kecil dan menyimpan mimpi masing-masing untuk hari esok. Tapi siapa yang sanggup melawan sang nasib? Dua belas tahun kemudian, Ikal menyaksikan perubahan nasib teman-temannya yang sungguh diluar dugaan, mereka boleh punya cita-cita setinggi langit, tapi nasib juga yang menentukan kehidupan mereka selanjutnya. terpaksa harus tunduk oleh gilasan nasib yang semestinya bisa diupayakan oleh pemerintah yang punya amanah dan kuasa untuk memajukan pendidikan.
Lintang, sang jenius itu misalnya
kini harus terpuruk jadi sopir tronton karena harus menjadi tulang punggung
keluarga, menjadi pengganti ayahnya. Tapi Lintang punya jawaban, " jangan
sedih Ikal, paling tidak aku telah memenuhi harapan ayahku agar tidak jadi
nelayan…." Bagi Ikal, kata-kata itu semakin menghancurkan hatinya, ia
marah, kecewa pada kenyataan begitu banyak anak pintar yang harus berhenti
sekolah karena alasan ekonomi. Ia mengutuki orang-orang bodoh sok pintar yang
menyombongkan diri, dan anak-anak orang kaya yang menyia-nyiakan kesempatan
pendidikan.
Keunggulan Novel
Kekuatan novel ini terletak pada
sentilan humaniora tentang pentingnya pendidikan sekolah dan sekaligus kuatnya
moral agama. Novel ini wajib baca bagi generasi muda yang terlena dengan
gelimang kemudahan ekonomi dan tak lagi kenal jerih payah untuk menggapai masa
depan. Novel ini juga wajib baca bagi para pendidik, bagi pemerintah yang
selalu alpa pada pentingnya pendidikan. Dapat menjadi cerminan pembaca agar
dapat mengambil contoh betapa pentingnya pendidikan untuk meraih cita-cita, Serta
dapat memicu pembaca agar tetap semangat dan berjuang untuk meraih prestasi
guna memajukan bangsa agar lebih baik.
Kelemahan Novel
Kelemahan novel ini terletak pada
cara mengakhiri cerita. Semestinya, novel ini sudah ditutup pada bab 33 “Anarkonisme”
yang menceritakan kejatuhan Babel (Bangka Belitung) yang dulu bergelimbang
Timah. Dan Bab 34 “Gotik”, juga menjadi sebuah akhir cerita yang membingungkan.
Dilihat dari kata "Aku" secara tiba-tiba menjadi orang lain, dan
bukan lagi Ikal. Ini menjadi sebuah kemubaziran.
Kesimpulan
Dari novel ini dapat diaambil pelajaran
hidup yang penting, seperti kita harus
benar-benar menghargai hidup, menghargai semua pemberian Tuhan, tidak pantang
menyerah bila menginginkan sesuatu, dan tidak ada yang tidak mungkin asalkan
kita mau dan berusaha. Dan jangan pernah
sombong dengan apa telah kita miliki karena bagaimanapun kita tetap harus
meminta ridho Tuhan agar semuanya bermanfaat bagi hidup kita.
sumber : Novel Laskar Pelangi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar